Ono Niha adalah suku tertua yang mendiami seluruh kepulauan Nias,
yang diperkirakan para leluhur telah bermukim dan menyebar di pulau Nias
ribuan tahun yang lalu.
Makna dan arti BNKP "Banua Niha Keriso Protestan" adalah persekutuan orang-orang kudus yang telah dibabtis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus, sebagai perwujudan nyata dari tubuh Kristus. BNKP mengaku bahwa Yesus Kristus adalah TUHAN dan Juruselamat dunia, Raja Damai, Kepala semua pemerintahan dan penguasa serta Kepala Gereja yang disaksikan di dalam
Pekabaran Injil di Nias dimulai dengan satu nama yang seolah-olah terukir
indah dengan tinta mas dalam lembaran sejarah gereja di Pulau Nias. Nama itu
ialah ERNST LUDWIG GENNINGER, salah seorang lulusan Bassel Missions Seminarie tapi sebelumnya ia
hanya bekerja sebagai tukang cerobong asap. Ia diutus oleh RMG (Rheinische
Missions Gesselschaft) dan tiba di Pelabuhan Gunungsitoli Nias pada hari Rabu,
tanggal 27 September 1865, jam 9 pagi. Hingga sekarang tanggal kedatangannya
inilah yang dianggap sebagai permulaan datangnya Berita Injil di Nias.Memang ada informasi lain, bahwa Pekabaran Injil di Nias telah dimulai pada
tahun 1822/1823 oleh dua orang pastor dari Gereja Roma Katolik, yang diutus oleh Mission Estrangers de Paris
yaitu Pastor Pere Wallon dan Pastor Pele Barart, tetapi ternyata pekerjaan
mereka tidak berhasil. Setelah mereka tiga hari tinggal di Lasara Gunungsitoli,
seorang diantaranya meninggal dunia, demikian pula yang lainnya juga meninggal
dunia tiga bulan kemudian. Sebab itu Pendeta – Evangelis ERNST LUDWIG DENNINGER-lah
yang diakui dan diterima sebagai Rasul Pertama di tengah-tengah Suku Nias.
Hasil pelayanan ERNST LUDWIG DENNINGER mengabarkan Injil di Nias sudah dapat dilihat dan dirasakan sekarang
ini. Dengan tekun Ia telah melakukan tugas pengutusannya, sampai ia meninggal
dunia pada tahun 1876 karena suatu penyakit dan dimakamkan di Batavia (Kota
Jakarta masa kini).
Makna dan arti BNKP "Banua Niha Keriso Protestan" adalah persekutuan orang-orang kudus yang telah dibabtis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus, sebagai perwujudan nyata dari tubuh Kristus. BNKP mengaku bahwa Yesus Kristus adalah TUHAN dan Juruselamat dunia, Raja Damai, Kepala semua pemerintahan dan penguasa serta Kepala Gereja yang disaksikan di dalam
Masa Permulaan Yang Sulit (1865 – 1890)
Kira-kira 50 tahun setelah Tuhan Yesus
naik ke sorga dan memerintahkan Amanat Agung Pekabaran Injil, Paulus dan
para rasul sudah memberitakan Injil meliputi Asia Kecil, bahkan sampai di
Eropa. Setelah lama kemudian, kira-kira pada tahun 1700 keadaan terbalik, di
mana orang-orang Eropah mulai berusaha mengirim para misionaris ke Asia.
Perubahan besar ini terjadi sebagai dampak munculnya aliran Pencerahan dan Revival / Pietisme di
Eropa pada abad ke 18.Demikianlah halnya RMG di Barmen, Jerman, yang didirikan pada tahun 1828,
salah satu lembaga Pekabaran Injil yang
berasal dari Gereja Uniert, yaitu
gabungan Gereja Lutheran, dan Gereja Reformiert (pada tahun 1817), mulai
mengutus beberapa orang missionaris ke Pulau Borneo (Kalimantan) bagian selatan
yang tiba pada tahun 1836. Namun selama ± 20 tahun mereka mengalami
kesulitan-kesulitan yang luar biasa. Yang berhasil dibabtis baru 261 orang.
Apalagi dengan terjadinya pemberontakkan Suku Dayak yang dipimpin oleh Pangeran
Al Hidayat pada tahun 1859, yang berusaha mengusir dan membebaskan Borneo
Selatan dari pengaruh Bangsa Kulit Putih, sehingga tercatat 9 orang keluarga
missionaris menjadi korban pembunuhan (4 orang missionaris beserta 3 orang
wanita dan 2 orang anak).Para missionaris lainnya melarikan diri ke Batavia (Pulau Jawa), akibat
pemberontakkan itu, dan salah seorang diantaranya adalah ERNST LUDWIG
DENNINGER. Pengurus RMG di Barmen menyuruhnya pergi ke Tanah Batak, tetapi
karena istrinya sakit maka ia terpaksa
tinggal di Padang, Sumatera Barat. Bahkan anaknya perempuan disuruh datang dari Jerman ke
Padang untuk merawat ibunya.Di Padang ERNST LUDWIG DENNINGER bertemu dengan orang-orang suku Nias
(sekitr 3000 orang), kebanyakan bekerja sebagai buruh, yang berbeda bahasa, budaya dan adat istiadatnya.
Ia tertarik lalu mulai belajar bahasa dan cara hidup mereka. Ia senang bergaul
serta menjalin hubungan dengan para
buruh – pekerja dari Nias tersebut. Dulu sebelum Ia diutus ke Borneo, Ia pun
bekerja sebagai tukang sapu cerobong asam rumah-rumah di Berlin.Mula-mula ERNST LUDWIG DENNINGER bermaksud membentuk satu jemaat bagi
orang-orang Nias di Padang, namun ia menyadari bahwa mereka hanya perantau yang
sering berpindah-pindah, sehingga akhirnya Ia memutuskan untuk datang langsung
ke Pulau Nias. Dengan mudah ia mendapat persetujuan dari RMG dan Pemerintah
Hindia Belanda, sebab sebelumnya sudah ada permintaan pemerintah kepada RMG
agar diutus Pendeta Penginjil ke Pulau Nias. Alasannya, karena orang-orang di
Nias terkenal jahat, suka memberontak dan mengayau kepala orang.Lalu tibalah waktunya Denninger sekeluarga meninggalkan Padang menuju Pulau Nias. Keluarga missionaris tersebut mendarat di Pelabuhan Gunungsitoli pada jam 9 pagi hari Rabu, 27 September 1865. Dari pelabuhan mereka diantar langsung ke rumah Salawa Yawaduha di Hilina’a. Dan pada hari itu juga Denninger mulai mengabarkan Injil kepada penduduk yang datang berkumpul melawat mereka. Kemudian mereka menyewa salah satu rumah di Gunungsitoli untuk tempat tinggal mereka.Bersumber dari penuturan beberapa orang tua yang sekarang semuanya sudah meninggal dunia, untuk menarik perhatian orang banyak supaya mau belajar Firman Tuhan dan nyanyian-nyanyian gereja, Denninger lebih dahulu membagikan tembakau untuk rokok dan ramuan sirih. Dalam masa permulaan yang sulit itu, Denninger berusaha mengajar beberapa pemuda agar dapat membaca dan menulis. Permulaan sekolah ini hanya diselenggarakan di rumah penduduk, dan ternyata berhasil, sehingga pemuda-pemuda inilah yang mampu menjadi pembantu-pembantu Denninger untuk mengajar anak-anak di sekitar Gunungsitoli pada tahun 1866.Selain itu Denninger juga telah berhasil menterjemahkan Injil Yohanes dan Injil Lukas ke dalam bahasa Nias. Karyanya ini sangat berarti, baik bagi orang-orang Nias yang dapat membaca maupun bagi para missionris yang datang kemudian.Pada tahun 1872, tujuh tahun setelah kedatangan Denninger di Pulau Nias, datang pula missionaris kedua dari RMG yaitu Pendeta J.W. Thomas. Ia belajar bahasa Nias dari Denninger, kemudian melayani di Pos Pekabaran Injil yang baru di Ombõlata.Sesudah itu pada tahun 1873 datang lagi missionaris kegita bernama Kramer. Ia ditempatkan di Gunungsitoli bersama dengan istrinya yang terkenal sangat rajin berkunjung kepada keluarga-keluarga di Kampung Hilina’a, sehingga pada hari paskah tahun 1874 berhasil dilaksanakan Baptisan pertama kepada 25 orang penduduk Kampung Hilina’a, termasuk Yawaduha, Salawa/kepala kampung Hilina’a.Hasil pekabaran Injil berikutnya yakti pembaptisan 6 orang penduduk Ombõlata, tempat Pdt. J.W. Thomas melayani, dan pada tahun 1876 menyusul lagi pembaptisan 32 orang penduduk Faechu (±2 km dari Ombõlata). Pada tahun 1876 itu pula berdirilah Gedung Gereja yang pertama di Nias, yaitu di Ombõlata, dan pada tahun 1880 disusul lagi berdirinya gedung Gereja yang kedua, yaitu di Faechu.Satu tahun sebelum meninggal dunia, yaitu pada tahun 1875, Denninger pergi berobat ke Batavia. Dan Pada tahun 1876 tiba di Nias missionaris keempat bernama Dr. W.H. Sundermann. Setelah dua tahun bersama Kramer di Gunungsitoli, Doktor Theologia ini merasa matang berbahasa Nias, lalu membuka Pos Pekabaran Injil di Dahana, namun di sana ia berhadapan dengan penyembahan berhala yang begitu kuat. Sebab itu Ia beralih ke bidang pendidikan dan menghimpun dan mengajar para pemuda setempat. Usahanya inilah yang merupakan cikap bakal berdirinya Sekolah Guru di Nias.Pada tahun 1881 datang lagi misionaris kelima bernama J.A. Fehr. Dia ini yang mengantikan J.W. Thomas di Ombõlata pada tahun 1883, sebab J.W. Thomas pergi berusaha membuka pos Pekabaran Injil di Sa’ua, meskipun usahanya itu ternyata gagal.Dalam 25 tahun masa permulaan ini, 5 orang pendeta penginjil dari RMG Jerman telah bekerja di Nias. Namun usaha Pekabaran Injil banyak kesulitan, seperti pengaruh agama suku yang sangat kuat, gangguan keamanan, pengayauan, wabah penyakit, keadaan geografi dan lain-lain. Daerah yang dicapai hanya di sekitar Gunungsitoli saja, dengan 3 Pos Pekabaran Injil yaitu Gunungsitoli, Ombõlata, dan Dahana. Usaha Denninger (yang dibantu oleh Kodding dan Mohri) di Onolimbu (Muara sungai Idanõ Mola) pada tahun 1867, Sunderman di Tugala Lahõmi-Sirombu tahun 1875/1876, J.W. Thomas di Sa’ua tahun 1885, tetapi semua itu baru bersifat penjajakan.Walaupun banyak kesulitan yang dialami serta jangkauan Pekabaran Injil yang dapat dicapai tidak begitu luas, namun dalam periode ini telah berhasil dibaptis sebanyak 699 orang (148 orang di Gunungsitoli, 348 orang di Ombõlata dan 203 orang di Dahana). Juga diantara mereka telah dipilih beberapa orang menjadi penatua.
Masa Perluasan /
Penyebaran (1890-1914)
Usaha Pekabaran Injil pada periode ini ternyata mengalami kemajuan
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada periode ini berhasil masuk di Nias
bagian Tengah sampai ke Nias bagian
Barat, Pantai sebelah Timur sampai di Nias bagian Selatan, Nias bagian Utara
dan di Pulau-pulau Batu.
Masuknya Injil di Nias bagian Tengah dan Nias Bagian
Barat
Dr. W.H. Sundermann telah berusaha menyebarkan Injil di Dahana, tetapi
masih belum menarik perhatian penduduk di sana. Maka pada tahun 1896 ia pindah
ke Lõlõwua dan membuka pos pekabaran injil di situ. Di Lõlõwua ini Sundermann
berhasil menterjemahkan Alkitab ke dalam
Bahasa Nias, ditambah dengan Katekhismus Luther yang disebut “Lala Wangorifi”.Sementara itu E. Fries yang baru tiba di Nias membuka pos pekabaran injil
di Sifaoro’asi pada tahun 1905. Di sana
ia mengalami kesulitan karena adanya perselisihan dan perkelahian antara
kelompok-kelompok penduduk, pengayauan, kemiskinan penduduk, wabah penyakit
yang telah merenggut banyak jiwa termasuk dua orang anaknya sendiri. Namun 4
tahun setelah kedatangannya di sana, tepatnya tanggal 26 Desember 1909 di
Sifaoro’asi dapat dilaksanakan pembaptisan yang pertama sekaligus dengan
peresmian Gedung Gereja yang pertama di situ.Di Nias bagian Barat H. Lagemann bersama A. Lett telah berhasil tiba di
Sirombu pada tahun 1892, dan membuka Pos Pekabaran Injil di situ di bawah
asuhan A. Lett. Satu tahun kemudian (tahun 1893) H. Lagemann juga berhasil
membuka Pos Pekabaran Injil di Lahagu.
Menyusul lagi pada tahun 1899 Pendeta Sporket membuka Pos Pekabaran Injil di Lõlõmboli Moro’õ. Demikian pula bersamaan
dengan itu Pendeta w. Hoffman membuka pos pekabaran injil di Hinako.Berikutnya pada tahun 1903 Pendeta L. Hipponstiel menetap di Lõlõwa’u. Dua
tahun kemudian (1905) Pendeta A. Pilgenroder membuka Pos Pekabaran Injil di
Tugala Oyo, dan pada tahun 1806 Pendeta Bassfeld membuka pos pekabaran injil di
Lõlõmoyo, Mandrehe. Akhirnya Pendeta Bassfeld ini dipindahkan di Lawelu pada
tahun 1919. Kemudian pekerjaannya di sana diteruskan oleh Pendeta Uffer, Kreck
dan Alfred Schneider.
Masuknya injil di Pantai bagian Timur sampai di Nias
bagian Selatan
Usaha pekabaran injil di Nias bagian
Selatan baru dapat dibuka kembali pada tahun 1908, yaitu setelah pemerintah
Hindia Belanda berhasil menduduki õri Maenamõlõ. Sehingga Pendeta H. Rabeneck
berhasil membuka pos pekabaran Injil di sana pada tahun 1909 dengan dibantu
oleh dua orang tenaga guru yaitu Faedogõ di Hiligeo dan Fangaro di Hilisatarõ.
Baptisan pertama di sana baru terjadi pada tahun 1916. Berita Injil baru masuk
di Hilisimaetanõ pada tahun 1911, yaitu dengan datangnya Pendeta B. Borutta di
sana. Masuknya Injil di Nias bagian Selatan menghadapi cukup banyak tantangan
dan kesukaran.Pada tahun 1903 Pendeta Noll membuka Pos Pekabaran Injil di Bo’usõ.
Orang-orang yang datang dan pergi melalui Bo’usõ ini mempercepat tersiarnya
berita Injil di kalangan penduduk di Nias Bagian Utara, sehingga pada tahun
1910 Tuhenõri Ama De’ali yang bergelar Samasiniha dari Hilindruria bersama 3 orang
Salawa datang meminta kepada Poendeta Noll agar membuka pos Pekabaran Injil di
Hilimaziaya. Pada tahun 1911 Pendeta Schlipkoter membuka Pos Pekabaran Injil di
hilimaziaya. Kemudian berita Injil tersiar mulai dari Hilimaziaya dan dari
Tugala Oyo sampai di Afulu dan Lahewa. Akhirnya pada tahun 1922 Pendeta Skubina
membuka pos pekabaran injil di Lahewa.
Masuknya Injil di Pulau-Pulau Batu
Masuknya injil di Pulau-pulau Batu bukan atas usaha RMG tetapi atas usaha
Luthersche Zendings Genotschap dari Negeri Belanda. Setelah mendapat izin dari
Pemerintah Hindia Belanda di Padang, Pendeta Johannes Kersten yang sebelumnya
telah belajar bergaul dengan orang-orang Nias di Padang akhirnya berlayar
menuju Pulau Tello dan tiba pada tanggal 25 Februari 1889. Seperti halnya di
daratan Pulau Nias, Pendeta Johannes Kersten di sana juga menghadapi wabah
penyakit dan permusuhan antar kelompok
penduduk. Pada akhir tahun itu datang pula Pendeta C.W. Frickenshmit, dan tidak
lama kemudian menyusul P. Landwer yang berhasil membuka pos pekabaran injil di
Sigala pada tahun 1896.Mula-mula mereka berusaha membuka sekolah-sekolah di pulau-pulau yang
berdekatan, jadi dari situ diteruskan usaha pekabaran injil. Dengan cara ini
pada tahun 1912 dapat dibuka Poos pekabaran injil di Pulau Mari, pada tahun
1913 di Pulau Betu’a, tahun 1914 di Pulau Sifika dan tahun 1916 di Pulau Lora.Gereja yang pertama didirikan di Pulau-pulau Batu disebut BKP (Banua Keriso
Protestan) dan akhirnya menggabungkan diri dengan BNKP Pada Persidangan Majelis
Sinode BNKP pada tahun 1960 di Ombõlata.
Berdirinya Gereja BNKP
Setelah Injil masuk ke Nias, terjadilah suatu gerakan pertobatan massal
yang disebut “Fangesa Dõdõ Sebua”. Peristiwa ini terjadi selama 14 tahun (tahun
1916 – 1930), walaupun kadang-kadang terputus. Terjadinya mula-mula di Jemaat
Helefanicha, Humene, ketika Pendeta Otto Rudersdorf berkhotbah dalam Kebaktian
Perjamuan Kudus pada bulan April 1916. Salah seorang jemaat yang mengikuti
kebaktian bernama Filema mengakui semua
dosa dan kesalahannya sehingga sangat susah, gelisah, gemetar dan menangis.Setelah Pendeta mendoakan serta memberi petunjuk agar ia mohon pengampunan
dari Tuhan dan meminta pengampuan dari setiap orang dengan siapa Ia bersalah,
ia melakukan semuanya itu, akhirnya ia merasa damai dan bahagia. Tetapi anehnya
orang-orang kepada siapa ia meminta pengampunan itu juga semua mengalami pula
gejala yang sama, sehingga pertobatan itu berkembang kepada seluruh jemaat,
bahkan sampai ke Gunungsitoli, Sogae’adu, Lõlõwua, Nias Tengah dan Nias Barat.Meluasnya gejala ini dapat melalui kunjungan kepada kaum keluarga,
mengikuti persekutuan doa, kebaktian pemahaman alkitab, dan sebagainya.
Pertobatan massa ini ternyata sangat mempengaruhi perkembangan anggota jemaat
sampai ± 415%. Dari 699 orang sampai tahun 1890 naik menjadi 17.795 orang tahun
1915, emudian menjadi 83.905 orang.Disamping pertobatan massal, juga dengan adanya pembinaan pelayan-pelayan
gereja yang melayani pekabaran Injil. Pendidikan tenaga pendeta yang telah
dimulai sejak tahun 1905 telah berkembang dan memungkinkan berdirinya gereja.
Sampai tahun 1940 telah ditahbiskan 25 orang pendeta dari Suku Nias.Pada tanggal 18 sampai dengan 25 November 1936 di Gunungsitoli diadakan
Persidangan Majelis Sinode pertama, sehingga berdirilah BNKP sebagai gereja di
Nias, walaupun anggaran dasarnya baru disahkan pemerintah pada tahun 1938.
Sinode BNKP itu dipimpin oleh Ephorus A. Luck dari RMG sampai tahun 1940.Tetapi pada bulan Mei 1940 terbentuklah anggota Pimpinan Sinode BNKPO sebagai berikut :
Voorzitter (Ketua) : Atofõna
Harefa
Wakil Voorzitter : Fonehe
Mendrõfa
Sekretaris : Andreas
Larosa
Bendahara : Tandrombõrõ
Hulu
Komisaris I : Karõrõwa
Telaumbanua
Komisaris II : Ta’obini
Zebua
Atas prakarsa Komisi Pekabaran Injil (yang sekarang bernama KMO), BNKP juga
pernah mengutus tenaga pendetanya ke Tanah Karo yaitu Pendeta Fons. Gulõ yang
melayani di Kabanjahe dan Munthe dari tahun 1967 sampai dengan 1970. Namun
pengutusan ini terpaksa berhenti karena kesulitan dana. Baru pada bulan September 1996, melalui
kerjasama dengan OMF, BNKP telah mengutus pendekta Masrial Zebua, STh untuk
mengabarkan Injil di tengah-tengah Suku Manobo, pulau Mindanao Filipina
Selatan. Dan seterusnya atas kerjasama dengan WEC juga telah diutus Pendeta
Destalenta Zega, STh yang didampingi suaminya Max Ay, untuk melayani di
Kirgistan, Rusia. Selain kedua wanita yang diutus BNKP ke luar negeri tersebut,
juga tercatat satu orang yang bertugas melayani di Tasikmalaya dan sekitarnya,
yaitu Pendeta Charisda Hulu.Hingga Maret 2008, dari sebanyak 275 orang Pendeta BNKP yang aktif
melayani, terdapat 110 orang diantaranya adalah Wanita.
Pengurus pusat yang disebut Badan Pekerja Harian Majelis Sinode (BPHMS ) BNKP saat ini adalah :
- Ephorus : Pdt. Dr. Tuhoni Telaumbanua, M.Si
- Sekretaris umum : Pdt. Dorkas Orienti Daeli, MThh
- Bendahara Umum : Pdt. Helu'aro Zega, STh
(2010)
- Ephorus : Pdt. K.Hia, MTh
- Sekretaris umum : Pdt. Ys. Harefa, S.Th
- Ephorus: Pdt Ar. Geya
- Sekum: Pdt Ys. Harefa, STh
No comments:
Post a Comment